Nasionalisme Islamisme dan Marxisme Soekarno

"Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme Soekarno"

Tulisan ini mengulas pikiran-pikiran Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia dari buku “Nasionalisme, Islamisme, Marxisme: Pikiran-Pikiran Soekarno Muda.” Ia memiliki keyakinan bahwa Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme dapat berharmoni dan bersatu untuk menjadi ideologi sebuah Negara. Baginya, terciptanya persatuan antar tiga paham dan golongan tadi akan sangat menguatkan Indonesia dalam melawan kaum borjuis dan kolonialisme Belanda saat itu. Mengingat belum ada keyakinan dari golongan di negeri ini pada saat itu untuk bersatu dan bekerjasama, tulisan-tulisan Soekarno inilah yang terus menggaungkan persatuan dan kesatuan. Inilah Marxisme yang diinterpretasikan Soekarno di negeri ini. Marxisme yang bukan mengcopi langsung dari Marxisme Eropa, karena ia sadar betul bahwa kelas buruh sangat mungkin beraviliasi dengan kaum Nasionalis dan Islamis di negeri ini. Kita tidak bisa memungkiri pemikiran-pemikiran tadi pernah mewarnai sejarah bangsa kita. Dan kesemuanya mengkhendaki kebaikan untuk kemajuan negeri ini. Maafkan tugasku memang selalu mengungkit masa lalu, biar kamu dan kita semua tidak lupa bagaimana cara menghargai seorang manusia hahaha. Selamat menikmati dan terimakasih sudah berkunjung.
Buku yang aku baca ini berisi pikran-pikiran Soekarno muda tentang berbagai hal, terutama yang menyangkut konsep dan strategi pergerakan, nasionalisme dan kemerdekaan. Berlangsung sepanjang tahun 1928140, dan dimuat di berbagai surat kabar, terutama Suluh Indonesia Muda dan Pikiran Rakyat.boleh dikatakan pikran-pikiran dalam buku ini lah yang menjadi haluan jejak perjuangan Soekarno dalam menentukan masa depan bangsa Indonesia menuju kemerdekaan dan persatuan. Pemikiran Soekarno tersebut nantinya menjadi semacam ideologi Negara, ketika kelak di puncak kekuasaannya ia menerapkanideologi nasionalis, Agama dan Ko0munis (Nasakom) melalui Demokrasi Terpimpin.
Zaman “senang dengan apa adanya” sudah berlalu. Zaman baru, zaman muda sudah datang sebagai fajar yang terang cuaca. Keinsyafan akan tragis kolonisasi yang menjadi nyawa pergerakan rakyat di Indonesia. Keinsyafan itu memiliki tiga sifat yaitu: Nasionalistis, Islamistis dan Marxistis. Mempelajari, mencari hubungan antara ketiga sifat tersebut membuktikan bahwa tiga haluan ini dalam suatu negeri jajahan tak guna berseteruan satu sama lain, membuktikan pula, bahwa ketiga gelombang ini bisa bekerja bersama-sama menjadi satu ge;lombang yang membesar dan kuat.           
Nasionalisme, Islamisme dan Maexisme inilah azas-azas yang dipeluk oleh pergerakan-pergerakan rakyat di seluruh Asia. Roh ini pula yang menjadi roh pergerakan-pergerakan di Indonesia. Dapatkah dalam tanah jajahan pergerakan nasionalisme itu dirapatkan dengan pergerakan islamisme yang pada hakekatnya tiada bangsa, dengan pergerakan marxisme yang bersifat perjuangan internasional?. Dapatkah Islamisme dalam politik jajahan bekerja bersama-sama dengan nasionalisme yang mementingkan bangsa, dengan materialimenya marxisme yang mengajar perbendaan?.
Nasionalisme Kebangsaan
Pendapat tentang faham kebangsaan diawali oleh Ernest Renan pada tahun 1882, menurutnya bangsa adalah suatu nyawa, suatu azas akal, yang terjadi dari dua hal yaitu rakyat yang bersama-sama menjalani satu riwayat dan rakyat tersebut harus mempunyai kemauan, keinginan hidup menjadi satu. Bukannya ras, bashasa, agama, persamaan butuh, bukannya pula batas-batas negeri yang menjadikan “bangsa’ itu.
Pemikir-pemikir selanjutnya yang menulis mengenai “bangsa” ialah Karl Kautsky, Karl Radek dan terakhir Otto Bauerlah ia mengungkapkan bahwa “Bangsa itu adalah suatu persatuan perangai yang terjadi dari persatuan hal-ikhwal yang telah dijalani oleh rakyat itu.”
Nasionalisme ialah satu itikad, suatu keinsyafan rakyat, bahwa rakyat itu ada satu golongan, satu bangsa. Rasa nasionalistis itu menimbulkan suatu rasa percaya akan diri sendiri yang mana perlu sekali untuk mempertahankan diri di dalam perjuangan menempuh keadaan-keadaan yang mau mengalahkan kita. Rasa nasionalisme begitu gampang menjadi kesombongan bangsa dan nantinya naik menjadi kesombongan ras (jenis). Padahal pada kenyataannya terdapat perbedaan yang besar dengan faham bangsa. Ras itu adalah suatu paham biologis sedang nationaliteit itu suatu paham sosiologis.
Nasionalisme dalam perjuangan-jajahan bisa bergandengan dengan Islamisme yang yang dalam hakekatnya tiada bangsa, dan dalam lahirnya dipeluk oleh bermacam-macam bangsa dan bermacm-macam ras. Dan nasionalisme dalam politik kolonial bisa rapat-diri dengan marxisme yang internasional. Kita tidak boleh lupa bahwa manusia-manusia yang menjadikan pergerakan Islmaisme dan pergerakan Marxisme di Indonesia dengan manusia-manusia yang menjalankan pergerakan Nasionalisme itu semuanya mempunyai “keinginan hidup menjadi satu.” Maksud dari tulisan ini ialah membuktikan bahwa persahabatan antar tiga golongan tadi bisa tercapai.
Hendaklah kaum Nasionalis dapat meneladani apa yang diutarakan Karamchand Gandhi: “Buat saya, maka cinta pada tanah air itu, masuklah pada cinta segala manusia. Say ini seorang patriot, oleh karena saya manusia dan bercara manusia. Sya tidak mengecualikan siapa juga.” Tidak ada halangan Nasionalis itu dalam gerakannya  bekerja bersama-sama dengan kaum Islamis dan Marxis. Bisa kita lihat hubungan antara nasionalis Gandhi dengan Pan-Islamis Maulana Mohammad Ali, dengan Pan-Islamis Syaukat Ali, begitu pula dengan gerakan Nasionalis Kuomintang di Tiongkok yang dapat menerima paham-paham Marxis: tak setuju pada kemiliteran, tak setuju pada imperialism dan tak setuju pada kemodalan. Impian kita adalah kerukunan, persatuan antara tiga golongan itu.
Nasionalisme yang sejati, yang cintanya pada tanah air itu bersendi pada pengetahuan atas susunan ekonomi dunia dan riwayat, bukan semata-mata timbul dari kesombongan bangsa belaka,- nasionalis yang bukan chauvinis. Nasionalis yang sejati bukan bukan semata-mata meniru dari nasionalisme Barat, akan tetapi timbul dari rasa cinta akan manusia dan kemanusiaan. Tidak ada alasan kecintaan-bangsa dari banyak nasionalis di Indonesia lalu menjadi kebencian ketika dihadapkan dengan orang-orang Indonesia yang berkeyakinan Islmistis. Begitu pula ketika dihadapkan dengan orang-orang Indonesia yang berpaham Marxistis. Karena begitulah nasionalisme yang digunakan oleh Gopala Krishna Gokhate, Mahatma Gandhi, atau Chita Ranjam Dhas.
Hanya Nasionalisme ke-Timur-an lah yang pantas dipeluk oleh nasionalis-Timur yang sejati. Karena Nasionalisme Eropa ialah suatu nasionalisme yang bersifat saling serang-menyerang, mengejar keperluan diri dan nasionalisme perdagangan yang untung rugi. Nasionalisme yang semacam itu pada akhirnya pastilah akan binasa. Banyak nasionalis di antara kita yang lupa bahwa pergerakan nasionalisme dan Islamisme di Indonesia ini keduanya berasal dari keinginan untuk melawan Barat. Lebih tegasnya melawan kapitalisme dan imperialism Barat. Sehingga sebenarnya keduanya bukanlah lawan melainkan kawan.
Banyak nasionalis kita yang lupa bahwa orang Islam, dimanapun ia berada menurut agamanya, wajib bekerja untuk keselamatan orang negeri yang ditempatinya. Di manapun orang Islam bertempat, bagaimanapun juga jauhnya dari negeri tempat kelahirannya, di dalam negeri yang baru itu ia masih menjadi satu bagian dari rakyat Islam, dari persatuan Islam. Dimanapun orang Islam bertempat, disitulah ia harus mencintai dan bekerja untuk keperluan negeri tersebut dan rakyatnya.
Begitu pula kaitannya dengan kaum Marxis. Nasionalis yang segan berdekatan dan bekerjasam dengan kaum Marxis, menunjukan ketiadaan yang sangat atas pengetahuan tentang berputarnya roda politik dunia dan riwayat. Ia lupa bahwa memusuhi bangsanya yang Marxistis itu, sama artinya dengan menolak kawan sejalan dan menambah adanya musuh. Padahal bisa kita ambil teladan dari Dr. Sun Yat Sen, panglima Nasionalis yang besar ituia dengan senang hati bekerja sama dengan kaum Marxis walaupun beliau itu yakin bahwa peraturan Marxis pada saat itu belum bisa diadakan di negeri Tiongkok. Tulisan ini walau dengan segala kekurangannya mengimbau kepada para nasionalis kita untuk mau bersatu.
Islamisme, ke-Islam-an
Di abad ke Sembilan belas ini, dunia Islam sedanga ada dalam keadaan berkilauan dan menuju kemajuan, ditopang oleh dua pemikir Islam yang berani melakukan pembaharuan dan perubahan di dunia Islam yakni Mohammad Abdouh dan Jamaluddin El-Afghani, dua panglima Pan-Islamisme yang telah membangunkan lagi kenyataan-kenyataan Islam tentang politik, membangun rasa perlawanan di hati sanubari rakyat Muslim terhadap bahaya imperialism Barat dan mulai mengkhotbahkan suatu barisan rakyat Islam yang kokoh, guna melawan bahaya imperialism tersebut.
Jamaluddin El-Afghani terus menanam benih keislaman dimana-mana dan mennamkan keyakinan bahwa untuk melawan ketamakan Barat, kaum Islam harus mengambil teknik kemajuan Barat. Dan benih-benih itu tertanam di seluruh dunia Muslim tentara-tentara Pan-Islamisme sama bangun dan bergerak dari Turki dan Mesir, sampai ke Marocoo dan Kongo, ke Persia, Afghanistan, membanjir ke India, terus ke Indonesia. Gelombang Pan-Islamisme melimpah kemana-mana.
Seorang professor Amerika, Ralston Hayden menulis bahwa pergerakan Sarekat Islam akan berpengaruh besar pada dunia politik di kemudian hari, bukan saja di Indonesia tetapi di seluruh dunia Timur adanya. Itu menunjukan bahwa pergerakan Islam di Indonesia telah ikut menjadi cabangnya Muktamarul Alamil Islami di Makkah; pergerakan Islam Indonesia telah menceburkan diri dalam laut perjuangan Islam Asia.
Islam yang sejati tidaklah mengandung azas anti nasionalis; begitu pula tidak bertabiat anti sosialistis. Islam yang sejati mengandung tabiat-tabiat yang sosialistis dan menetapkan kewajiban-kewjiban yang menjadi kewajiban-kewajibannya nasionalis pula.
Kaum Islamis lupa bahw pandangan Marxisme tentang riwayat menurut azas perbendaan (maerialistische historie opvatting) inilah yang sering kali menjadi penunjuk jalan bagi mereka tentang soal-soal ekonomi dan politik dunia yang sukar dan sulit; mereka tak boleh lupa bahwa metode Historis-Materialisme menerangkan kejadian-kejadian yang telah terjadi di muka bumi ini, adalah caranya menujumkan kejadian-kejadian yang akan datangdan sangat berguna bagi mereka.
Kaum Islamis tidak boleh lupa bahwa kapitalisme musuh marxisme itu, ialah musuh Islamisme pula. Sebab meerwaarde sepanjang [aham Marxisme, dalam hakekatnya tidak lain dari riba sepanjang paham Islam. Meerwaarde  ialah teori memakan hasil pekerjaan orang lain, dan tidak memberikan bagian bagian keuntungan yang seharusnya menjadi bagian kaum buruh yang bekerja mengeluarkan (menghasilkan) untung itu. Teori itu disusun oleh Karl Marx dan Fredrich Engels untuk menerangkan asal mula kapitalisme terjadi. Begitu pula Islam sejati melarang keras akan perbuatan memakan riba dan memungut bunga. Ia mengerti bahwa riba ini pada hakekatnya tidak lain dari meerwaarde faham Marxisme itu.
Marxisme
Mendengar kata Marxisme, akan tergambar di penglihatan kita gambaran sekumpulan orang mudlarat dari segala bangsa dan negara, dengan wajah yang pucat dan berbaan kurus dan pakayan yang compang-camping; kemudian kita akan menggambarkan seorang pemikir yang memiliki keinsyafan dan pembela akan kaum mudlarat tadi, seorang manusia yang “geweldig” (hebat), “grootmeester” (maha guru) pergerakan kaum buruh yakni Heinrich Karl Marx.
Tulisannya pada tahun 1847 menggelegar disetiap negara bagai sebuah guntur: “kaum buruh dari semua negeri kumpullah menjadi satu!.” Sungguh sejarah dunia belum pernah menceritakan pendapat dari seorang manusia yang begitu cepat masuknya dalam keyakinan satu golongan kaum buruh ini. Kemudian pengikutnya terus bertambah semakin banyak. Karena walaupun teori Marx sangat sukar dan berat untuk kaum yang pandai, tetapi amatlah gampang dimengerti oleh kaum yang tertindas dan sengsara.
Berbeda dengan sosisali-sosialis lain yang mengira bahwa cita-cita mereka dapat tercapai dengan jalan persahabatan antara buruh dan majikan, Karl Marx meneriakan dalam tulisannya tidak sekalipun mempersoalkan kata kasih atau kata cinta, membeberkan pula paham pertentangan golongan, paham kassentrijd, dan mengajarkan pula bahwa lepasnya kaum buruh dari nasibnya ialah oleh perlawanan-zonder-damai terhadap para kaum “borsuasi”, satu perlawanan yang tidak boleh tidak, mustai terjadi oleh karena peraturan yang kapitalis itu adanya.
Pemikiran Karl Marx diantaranya ialah ia mengadakan suatu pelajaran gerakan pikiran yang bersandar pada perbendaan (Materialische Dialektiek). Teori yang dia ungkapkan yaitu bahwa harga barang ditentukan oleh banyaknya kerja untuk membikin barang itu sehingga kerja ini ialah “Wertbildende Substanz” dari barang itu (arbeids-waardeleer); ia membeberkan teori, bahwa hasil pekerjaan kaum buruh dalam pembikinan barang itu adalah lebih besar harganya daripada yang ia terima sebagai upah (meerwaarde); ia mengadakan suatu pelajaran riwayat yang berdasar peri-kebendaan, yang mengajarkan bahwa “bukan budi-akal manusialah yang menentukan keadannya, tetapi sebaliknya keadaannya berhubungan dengan pergaulan hiduplahyang menentukan budi-akalnya.” (materialistische gesgeschiedenis-opvatting); ia mengadakan teori bahwa oleh karena “meerwaarde” itu dijadikan capital pula, maka capital itu makin lama makin menjadi besar (kapitals-accumulatie), sedang capital-kapital yang kecil sama mempersatukan diri jadi modal yang besar (capital-centralisatie), dan bahwa oleh karena persaingan, perusahaan-perusahaan yang kecil sama mati terdesak oleh perusahaan-perusaan yang besar, sehingga oleh desakan-desakanini akhirnya Cuma tinggal beberapa perusahaan saja yang amat besarnya (kapitaals –concentratie); dan ia mendirikan teori yang dalam aturan kenodalan ini nasibnya kaum buru nakin lama makin tak menyenangkan dan menimbulkan dendam hati yang makin lama makin sangat (Verelendungs-theorie); teori-teori mana, berhubung dengan kekurangan tempat, kita tidak bisa menerangkan lebih lanjut pada pembaca-pembaca yang belum begitu mengetahuinya.
Dengan mudah pra proletar tertindas itu mengerti teori-teori karl Marx atas meerwarde, lalu mengerti bahwa si majikan itu lekas menjadi kaya oleh karena ia tidak memberikan semua hasil pekerjaan padanya; mereka lalu mengerti bahwa keadaan dan susunan ekonomi lah yang menetapkan keadaan manusia tentang budi, akal, agama dan lain-lainnya. Bahwa manusia itu eristwaserist; mereka lantas saja mengerti bahwa kapitalisme itu akhirnya pastilah binasa, pastilah lenyap diganti oleh susunan pergaulan hidup yang lebih adil, bahwa kaum “borjuasi” itu “teristimewanya mengadakan tukang-tukang penggali liang kuburnya.”
Pergerakan Marxistis di Indonesia ingkar sifatnya kepada pergerakan Nasionalis dan Islamis. Bahkan keingkaran itu menjadi perselisihan paham dan pertengkaran sikap, menjadi suatu pertengkaran saudara yang amat sudram. Mereka berdalih bukankah Marx dan Engels telah mengatakan bahwa “kaum buruh itu tak mempunyai tanah air ?”, bukankah dalam “manifest komunis” tertulis bahwa “komunisme itu melepaskan agama?”, bukankah Babel telah mengatakan bahwa bukanlah Allah yang membikin manusia, tetapi manusialah yang membikin-bikin tuhan?.”
Taktik Marxisme yang sekarang adalah berlainan dengan taktik Marxisme yang dulu. Taktik Marxisme yang dulu sikapnya begitu sengit anti-kaum-kebangsaan dan anti-kaum-keagamaan, maka sekarang, terutama di Asia, sudahlah begitu berubah, hingga kesengitan “anti” ini sudah berbalik menjadi persahabatan dan penyokongan. Kita kini melihat persahabatan kaum Marxis dengan kaum Nasional di negeri Tiongkok; dan kita melihat persahabatan kaum Marxis dengan kaim Islamis di negeri Afghanistan.
Teori Marxisme sudah berubah pula, dan memang sudah seharusnya begitu. Marx dan Engels bukanlah nabi-nabi yang bisa mengadakan aturan-aturannya yang bisa tercapai untuk segala zaman. Perubahan taktik dan teori yang menjadi sebab, maka kaum Marxis yang “muda” baik “sabar” maupun “keras”, terutama di Asia, sama menyokong pergerakan Nasional dan yang sungguh-sungguh. Mereka mengerti, bahwa di negeri-negeri Asia belum ada kaum proletar dalam arti sebagai di Eropa atau Amerika, pergerakannya harus diubah sifatnya menurut pergaulan hidup di Asia itu pula. Mereka mengerti bahwa pergerakan Marxistis di Asia haruslah berlainan taktik dengan pergerakan marxis di Eropa, dan harus bekerjasama dengan partai-partai yang “klein-burgerlijk,” oleh karena di sini yang pertama-tama perlu bukan kekuasaan tetapi ialah perlawanan terhadap feodalisme.
Supaya kaum buruh di negeri-negeri Asia bisa menjalankan pergerakan sosialistis dengan leluasa, maka perlu sekali negeri itu merdeka dan mempunyai otonomi nasional. Nasional Otonimi ialah suatu tujuan yang harus ditempuh oleh perjuangan proletar, oleh karena ia ada suatu upaya yang perlu sekali bagi politiknya. Dan itu menjadi hal yang harus diutamakan oleh pergerakan buruh di Asia tersebut. Maka kaum buruh Asia itu wajib bekerja sama dan menyokong segala pergerakan serta merebit otonomi nasional negaranya. Dapat dipahami bahwa pergerakan Marxisme di Indonesia harus menyokong pergerakan Nasional dan Islamistis dan mengambil otonomi tersebut.
Tulisan ini bertujuan untuk membuktikan bahwa paham Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme itu dalam negeri jajahan pada beberapa bagian melengkapi satu sama lainnya. Dengan jalan diantaranya meneladai para pemimpin di negeri yang lain. Kita meyakini bahwa dengan nyata kita berkeinginan menjadi satu, karena persatuanlah yang membawa kita ke-arah kebesaran dan kemerdekaan. Kita tinggal menetapkan saja organisasinya, cara persatuan itu bisa berdiri.
Kita harus bisa menerima; tetapi juga kita harus bisa memberi . inilahrahasia dari persatuan itu. Persatuan tak akan terjadi, kalau masing-masing pihak tak mau memberi sedikitpu juga. Jika kita semua insyaf bahwa kekuatan hidup itu letaknya tidak dalam menerima, tetapi dalam memberi; jika semua insyaf bahwa dalam percerai-beraian itu letaknya benih perbudakan kita; jika kita semua insyaf bahwa permusuhan itulah yang menjadi asal kita punya “via dolorosa”; jika kita insyaf bahwa roh rakyat kita masih penuh kekuatan untuk menjunjung diri menuju sianr yang satu yang berada di tengah-tengah kegelapan gumpita yang mengelilingi kita ini, maka pastilah persatuan ituterjadi, dan pastilah sinar itu tercapai juga.
Sebab Sinar itu dekat!

Suluh Indonesia Muda, 1926.
 




 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

biografi dan karya Syeikh Syamsuddin Al-Sumatrani