Kini negeriku
sedang menghadapi titik genting menyoal permasalahan politik yang terjadi. Kami
selaku masyarakat kelas rendah atau kau bisa sebut manusia Indonesia kebanyakan
yang tak tahu menahu tentang bagaimana kotor atau seberapa banyak untug yang
bisa diperoleh dari para pelaku politik, hanya bisa dibuat bingung oleh
berita-berita yang tersebar di media masa yang setiap harinya menayangkan
gambaran dari para wakil kami yang duduk di kursi-kursi elit sebagai pemangku
kebijakan. Mata dan telinga kami tak henti-hentinya dibuat panas dan resah
melihat perlakuan mereka yang lebih banyak mengecewakan daripada prestasi yang
diwujudkannya. Para aparat negara justru saling bertikai satu sama lainnya
karena berbeda haluan politik atau tujuan yang ingin diraihnya. Tentu saja aku
pikir kepentingan-kepentingan yang mereka perjuangkan sebatas kepentingan
individu dan golong dalam hal ini kepentingan partai politik yang mereka bawa.
Karena toh kalaupun memang kepentingan rakyat umum Indonesia yang mereka
perjuangkan, tentu mereka tidak akan saling sikut dalam menjalankan roda
kepemerintahan ini. yan terjadi justru menghalalkan segala cara agar dapat
berkuasa.
Keadaan
seperti ini, Yudi Latif memiliki opini yang indah sekaligus miris kala kita
pahami dan renungi, "menghadirkan para penyelenggara negara di kedalaman
perenungan, yang akan tersimpul adalah kemasgyulan. Mengapa republik yang
didirikan oleh para pelopor mulia bisa jatuh ke genggaman tangan-tangan yang
"hina"?"
Dalam persoalan
yang demikaian rumit seperti ini, tentunya kalangan intelektual sangat
dibutuhkan. Keilmuan mereka harusnya memberikan jawaban-jawaban bagi khalayak
awam bagaimana seharusnya mereka bertindak menghadapi realitas yang
dihadapinya. Namun ada kekecewaan yang aku rasakan tatkala sekelas kalangan
para intelektual pun justru menggiring opini masyarakat pada salah satu pihak
tertentu yang imbasnya tentu bukan yang kita harapkan, yakni "disintegrasi
suatu bangsa," atau minimal salah satu diantara kita akan membenci yang
lainnya hanya karena beda apa yang dipilih.
Semua keresahan-keresahan
politik ini kita rasakan sebelum penyelenggaraan pemilu April kemarin, dimana
sejak dimulainya kampanye pun, yang muncul kepermukaan justru saling hina dan
saling menjatuhkan antar satu sama lain dari para simpatisan dan tim sukses
masing-masing partai politik. Jarang kita lihat rasa saling menghargai saat
berbeda pilihan di kalangan masyarakat tatkala sudah masuk dalam ranah-ranah obrolan
politik. Bahkan yang dirasa justru ketidaknyamanan berbicara mengenai kenegaraan
justru disaat moment yang sering
diistilahkan dengan hajat rakyat yakni pesta demokrasi tersebut. Dan suasana
tidak nyaman itu terus berlanjut hingga sekarang saat sudah selesai
terselenggaranya pemilu. Seperti tuduhan-tudahan kecurangan selama
penyelenggaraan pemilu dan di lain pihak pun tidak mau kalah melaporkan
sebaliknya. Lapor saling melaporkan pun terjadi. Yang lebih miris yakni saling
klaim kemenangan antar satu sama lainnya, mereka mengandalkan quiccount yang
mereka miliki masing-masing, dan tentu saja dapat ditebak pada akhirnya masing-masing
dari mereka mengaku paling benar dan paling real penghitungannya. Walau sebenarnya
pengumuman yang resmi baru akan diumumkan oleh pihak KPU 22 Mei nanti.
Dan diakhir,
tulisan ini mengajak mari perbaiki hubungan kita sesama manusia Indonesia untuk
tetap berintegrasi dan meghargai nilai-nilai luhur kebangsaan kita. Tanpa ada
pecah belah, permusuhan ataupun kebencian hanya karena beda jalan yang kita
tempuh dalam mencaapai kemajuan negeri kita tercinta, Indonesia. Kita hargai
keputusan bersama esok hari terlebih akan bertepatan dengan tanggal 17 Ramadhan
di Bulan Hijriyah, semoa Tuhan memberkahi. apapun hasilnya kita tetap
bersaudara hehehe.
Bandung, Kostan Cinunuk 19 Mei
2019
Komentar
Posting Komentar